Kondisi lingkungan kota bekasi
Selayang Pandang
Pada perkembangannya kini sesuai dengan Perda No. 4 tahun 2004, Kota Bekasi mempunyai 12 kecamatan, yang terdiri dari 56 kelurahan, yaitu : Kecamatan Bekasi Barat, Kecamatan Bekasi Selatan, Kecamatan Bekasi Timur, Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Pondok Gede, Kecamatan Jatiasih, Kecamatan Bantar Gebang, kecamatan Jatisampurna, Kecamatan Medan Satria, kecamatan Rawalumbu, kecamatan Mustika Jaya dan kecamatan Pondok Melati.
Dukungan sarana transportasi darat di Kota Bekasi, terus dievaluasi dan dikembangkan. Bus dan stasiun KA Bekasi telah memiliki trayek cukup banyak sehingga mobilitas masyarakat, barang dan jasa sehari-hari dapat berjalan dengan lancar. Memiliki akses langsung ke pelabuhan Tanjung Priuk dan Bandara Soekarno Hatta melalui jalur bebas hambatan pintu tol Bekasi Barat dan Bekasi Timur melintasi Jakarta, atau sebaliknya. Posisi Kota Bekasi juga semakin penting berada di jalur tol Jakarta Cikampek setelah dibangunnya jalan tol Cipularang, yang menghubungkan secara cepat antara Bandung dengan Jakarta. Saat ini juga telah mulai dijalankan pengembangan jalan tol JORR (Jakarta Out Ring Road) yang menghubungkan tol Jagorawi dengan Cikunir.
Keadaan Iklim kota bekasi :
Berdasarkan pengamatan BMKG Halim Perdana Kusuma Tahun 2010 keadaan iklim di Kota Bekasi cenderung panas dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September dan Oktober, yaitu masing-masing tercatat 346,8 mm dan 519,1 mm dengan jumlah hari hujan masing-masing 11 dan 13 hari. Sedangkan jumlah curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 83,6 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 2. Temperatur harian diperkirakan berkisar antara 23,6 – 34,2oC. Kondisi temperatur yang tinggi tersebut mengakibatkan kondisi lingkungan dan ruangan sangat panas. Total curah hujan bulanan tahun 2010 rata-rata mencapai sekitar 2.438 mm rerata kecepatan angin 8,37 km/jam (min 5,4 km/jam dan maks 13,7 km/jam), rerata kelembaban udara sekitar 82 % (min 68,9% dan maks 91,2%).
Pola curah hujan di Kota Bekasi dipengaruhi oleh bentuk wilayah terutama kondisi morfologi regional yang relatif datar dengan kemiringan antara 0-2%, dengan bentuk miring kearah utara serta ketinggian antara 0 – 25 m di atas permukaan laut dengan daerah datar yang berawa. Jumlah curah hujan per tahun di kota Bekasi relatif tidak cukup banyak. Musim hujan di Kota Bekasi berlangsung pada bulan November sampai dengan bulan Mei. Umumnya musim hujan di Kota Bekasi berlangsung lebih lama dibandingkan dengan musim kemarau. Kondisi musim Curah hujan di Kota Bekasi saat ini relatif tidak menentu, hal ini kemungkinan disebabkan oleh iklim musim, musim pancaroba dan hujan konveksi (hujan lokal). Musim pancaroba jatuh pada bulan Maret dan Mei. Keadaan ini dipengaruhi oleh peredaran matahari yang menyebabkan terjadinya Daerah Konvergensi Antar Tropik (DKAT).
Pencemaran air di kota bekasi
Air permukaan adalah badan air yang terbuka yang dapat berupa sungai, danau/ situ dan waduk. Sumber pencemaran terhadap air permukaan di Kota Bekasi terutama adalah industri, rumah sakit, pusat perbelanjaan, restoran, dan rumah tangga serta pasar tradisional yang membuang limbahnya langsung ke badan air. Limbah tersebut dapat menurunkan kualitas fisik, kimia, dan biologi air sungai. Air permukaan pada titik-titik tertentu, seperti pada areal pemukiman padat, lokasi penimbunan sampah, lokasi perbengkelan, dan industri, rawan terhadap pencemaran. Di lokasi pemukiman padat, air permukaan kemungkinan tercemar oleh bakteri yang berasal dari septic tank karena jarak antara sumur dengan septictank seringkali tidak memenuhi standar kesehatan, yaitu minimum 10 m. Di lokasi penimbunan sampah, lindi yang keluar dari sampah organik yang membusuk akan meresap ke dalam tanah dan dalam jangka panjang akan menurunkan kualitas air sumur gali penduduk. Hal ini dijumpai pada sumur-sumur gali di sekitar tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Berdasarkan hasil kajian terhadap proses pengolahan air lindi dari proses pengolahan sampah, tidak ada yang memenuhi baku mutu secara utuh. Kondisi ini terjadi pada pengolahan air lindi dari IPAS I, II, Ill dan IV TPA Bantar Gebang milik Pemda DKI. Terdapat empat parameter utama yang tidak memenuhi baku mutu yaitu derajad keasaman air (pH), zat padat terlarut, zat organik sebagai BOD dan COD serta golongan Nitrogen (amonium, nitrit, nitrat).
Ada beberapa faktor penyebab kondisi ini adalah kontinuitas sampah yang terus bertambah mengakibatkan kuantitas air lindi ikut bertambah. Karena kapasitas pengolahan yang didesain untuk memproses air lindi kapasitas tertentu menjadi over kapasitas, akibatnya terjadi penurunan efisiensi IPAS. Melihat kondisi seperti ini dari tahun sebelumnya juga maka sebaiknya dibangun lagi Instalasi Pengolahan Air Sampah untuk menampung air lindi yang bertambah banyak. Selain itu perlu dievaluasi terhadap kinerja IPAS yang ada saat ini apakah masih dapat ditingkatkan efisiensinya. Dengan demikian seluruh masalah air lindi dapat teratasi sehingga dapat menjaga kualitas lingkungan sesuai dengan baku mutu.
Air permukaan di sekitar aktivitas perbengkelan juga berpeluang tercemar oleh ceceran oli bekas yang meresap ke dalam tanah. Sedangkan pada areal sekitar industri berpotensi tercemar oleh limbah industri.
Kondisi air sungai besar di Kota Bekasi yang terdiri dari sungai Bekasi, Cileungsi, dan Cikeas masih ada beberapa lokasi sampling yang melebihi baku mutu. Penyebab kondisi ini adalah aktifitas manusia dan kehidupan sehari-hari membuang limbah domestik selain faktor lain yaitu aktifitas industri di ketiga sungai tersebut. Dampak dari kondisi ini akan merusak ekosistem perairan sungai. Komposisi cemaran terdisi dari parameter organik yang diwakili oleh BOD dan COD, parameter logam berat yaitu besi (Fe), derajat keasaman air (pH) dan bakteri coli. Dengan kondisi ini air sungai tidak memenuhi standar baku mutu sehingga tidak dapat dipergunakan sebagaimana peruntukannya.
Permasalahan lingkungan yang sampai saat ini tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia adalah sampah. Sampah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan barang sisa yang sudah tidak digunakan lagi dan harus dibuang. Dalam kamus lingkungan (1994) dikatakan bahwa Pengertian Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk digunakan secara biasa atau khusus dalam produksi atau pemakaian; barang rusak atau cacat selama manufaktur; atau materi berkelebihan atau buangan. Secara umum sampah yang sering dijumpai dilingkungan masyarakat adalah sampah organik (mis: sampah dapur dan sampah restoran), sampah anorganik yang rentan terurai (mis: plastik, kaca) dan sampah industri yang berasal dari kegiatan industri.
Sampah yang tidak terurus dengan baik akan menyebabkan masalah yang tidak ada putus-putusnya, seperti menurunnya kesehatan, menurunnya nilai estetika, menimbulkan polusi udara sebagai akibat dari hasil pembakaran sampah secara terbuka, menyebabkan pencemaran air karena air pada sampah umumnya mengandung bahan kimia, bakteri dan kotoran yang dapat merembes dan menimbulkan pencemaran air. Kota-kota di Indonesia saat ini mengalami masalah sampah yang diakibatkan dari meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang menyebabkan kebutuhan meningkat, masayarakat yang tidak disiplin, perubahan gaya hidup menjadi konsumerisme, serta meningkatnya penguasaan teknologi dan industri yang menimbulkan pencemaran sebagai akibat hasil sisa industri.
Seperti halnya Kota Bekasi yang memiliki 12 kecamatan dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 mencapai 2.084.000 dan belum termasuk penduduk sementara (sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bekasi dalam Kota Bekasi dalam angka 2010), kota ini yang tidak hanya dijadikan wilayah pemukiman tapi juga kota perdagangan, jasa dan industri menyebabkan masalah sampah menjadi persoalan utama. Masalah yang dihadapi terkait sampah adalah tonase dan volume sampah yang terus meningkat. Pada tahun 2010 tonase sampah mencapai 138.346.45 ton dan volume sampah mencapai 553.665 meter kubik.
Kondisi lingkungan kemacetan kota bekasi
Dengan 19 lokasi kemacetan, Kota Bekasi merupakan kawasan kemacetan tinggi di Jabodetabek. Pemerintah Kota Bekasi perlu mewujudkan program solusi kemacetan yang jitu dan utuh.
Dinas Perhubungan Kota Bekasi pernah melansir data bahwa pada 2011 ada 11 lokasi kemacetan. Pada 2012 menjadi 17 lokasi dan pada 2013 menjadi 19 lokasi. Penambahan lokasi kemacetan diduga terkait pertumbuhan penduduk sekaligus peningkatan jumlah kendaraan pribadi. Namun, potensi kemacetan tidak dicegah dengan penambahan jalan dan penataan angkutan umum.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi-Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu yang dilantik pada Minggu (10/3/2013) menyatakan sanggup mengatasi kemacetan selama kepemimpinan periode 2013-2018. Dari pelantikan itu, kebijakan yang sudah terwujud ada dua. Pertama, pemberlakuan arus dua arah di Jalan Ir Juanda. Kedua, pembukaan jembatan layang KH Noer Alie Summarecon Bekasi. Prasarana itu menghubungkan Bekasi Barat dan Bekasi Selatan dari Jalan Ahmad Yani dengan Bekasi Utara. Sebelum ada jembatan layang, lalu lintas melalui Jalan Perjuangan dan Jalan Ir Juanda.
Kebijakan arus dua arah ternyata menambah kesemrawutan di Jalan Ir Juanda. Lokasi macet yakni perempatan Stasiun bekasi, perempatan Bekasi Junction, pertigaan Juanda-Kartini, dan perempatan Lapangan Multiguna. Namun, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi Supandi Budiman mengklaim, kemacetan di Jalan Ir Juanda itu terurai dengan keberadaan jalan layang. Kendaraan dari Bekasi Utara tidak lagi harus melalui Jalan Perjuangan dan Jalan Ir Juanda untuk ke Bekasi Barat dan Bekasi Selatan.