Benchmarketing & pengukuran Performansi
Abstrak
Kinerja merupakan salah satu aspek yang dapat diukur dalam
Supply Chain Management
(SCM). Pengukuran kinerja dilakukan dalam rangka untuk
melakukan perbaikan yang
berkelanjutan dalam suatu rantai pasokan. Pada Tugas Akhir
ini dilakukan pengukuran
performa yang dilakukan dengan metode Supply Chain Operation
Reference (SCOR) dengan
Analytichal Hierarchy Processs (AHP). Metode SCOR dalam
penelitian digunakan untuk
mendefinisikan metrik-metrik yang disesuaikan dengan kondisi
perusahaan. Metrik-metrik
ini terdefinisikan dalam tiga level dimana selanjutnya
metrik akan diolah guna mendapatkan
nilai kinerja. Perhitungan metrik akan dilakukan pada level
1 hingga 3. Setelah didapat nilai
kinerja selanjutnya akan dilakukan benchmark. AHP akan
digunakan untuk melihat
performance attributes mana yang dipentingkan oleh
perusahaan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui berapa nilai kinerja Supply Chain di
PT. Indofarma Global Medika
serta mengetahui performance attribute mana yang paling
dipentingkan oleh PT.Indofarma
Global Medika. Hasil penelitian didapati nilai pengukuran
performa PT.IGM pada level satu :
perfect order fulfilement 100%, order fulfillment cycle time
2 hari, deliver cycle time 30 hari,
supply chain flexibility and adaptability 72% dan cash to
cash cycle time 30 hari.
Keywords : Performa, SCOR, benchmark, AHP.
I. Pendahuluan
Latar Belakang
Ukuran kinerja yang diunakan dalam manajemen tradisional
adalah ukuran keuangan
(Beatham et al, 2004). Kinerja lain, seperti peningkatan
kepercayaan customer terhadap
layanan jasa perusahaan, peningkatan kompetensi dan komitmen
personel, kedekatan
hubungan kemitraan perusahaan dengan pemasok, dan
peningkatan produktivitas dan cost
effectiveness proses bisnis yang digunakan untuk melayani
customer, diabaikan oleh
manajemen karena sulit pengukurannya (Mulyadi dan
Setyawan,2001).
58
Dalam manajemen modern, konsep manajemen rantai pasok
(Supply Chain
Management) dapat mewakili sebagai salah satu konsep yang
bisa digunakan sebagai
landasan pengukuran kinerja. Untuk mengetahui kinerja
perusahaan dengan SCM, dapat
dilakukan dengan dengan model Supply Chain Operation
Reference (SCOR) yang mengukur
; reability, responsiveness, flexibility, cost dan asset.
Dalam penelitian akan dilakukan sebuah pengukuran kinerja
dengan menggunakan
metode SCOR pada PT. Indofarma Global Medika Yogyakarta.
Metode SCOR digunakan
dalam penelitian dengan pertimbangan metode SCOR
membreakdown proses yang ada pada
metrik-metrik. Menurut McCormark et al. (2008), metode SCOR
menyediakan “scorecard”
yang dapat digunakan untuk pengukuran performa. Scorecard
yang ada pada metode SCOR
berbentuk metrik-metrik pengukuran. AHP akan digunakan untuk
melihat performance
attributes mana yang dipentingkan oleh perusahaan (pada
level 1). Setelah didefinisikan
metrik-metrik SCOR yang sesuai dengan perusahaan dan
didapatkan nilai performa, maka
selanjutnya dilakukan benchmark antara hasil pengukuran
performa dengan target
perusahaan.
Rumusan Masalah
1. Berapa besar nilai pengukuran performa supply chain di
PT.Indofarma Global
Medika?
2. Performance Attribute mana yang menjadi prioritas oleh
PT.Indofarma Global
Medika?
Tujuan Penelitian
59
1. Untuk mengetahui berapa nilai performa Supply Chain di
PT. Indofarma Global
Medika apabila diukur dengan metode Supply Chain SCOR
(Supply Chain
Operations Refference).
2. Mengetahui performance attribute mana yang paling
dipentingkan oleh
PT.Indofarma Global Medika.
Manfaat penelitian
1. Mampu menerapkan ilmu yang diperoleh pada bangku
perkuliahan dan mengetahui
masalah-masalah yang sebenarnya terjadi di lapangan.
2. Mengetahui nilai performa Supply Chain di PT. Indofarma
Global Medika apabila
diukur dengan metode Supply Chain SCOR (Supply Chain
Operations Refference).\
Batasan Penelitian
1. Pengukuran performa dengan model Supply Chain Operation
Reference (SCOR)
mencakup level 1-3.
2. Benchmarking dilakukan dengan membandingkan nilai
pengukuran performa
perusahaan dengan target yang ditetapkan oleh perusahaan.
3. Pengukuran performa dilakukan berdasarkan produk komoditi
PT. IGM.
II. Landasan Teori
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai SCOR telah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya yang
telah memaparkan penelitian dengan SCOR dan
mengintergrasikannya dengan metode AHP
ataupun ANP. Perbedaan penelitian Luthfiana (2012) dengan
penelitian lainnya adalah
adanya perhitungan nilai performa pada level 1 hingga 3
sehingga didapati nilai performa
yang lebih detail sebagai bahan analisis.
60
Rouli (2008), melakukan penelitian dengan judul Evaluasi
Kinerja Supply Chain
Management dengan Pendekatan SCOR Model 8.0 (Studi Kasus di
PT XYZ). Dari penelitian
tersebut didapatkan pemetaan rantai pasok PT XYZ dengan SCOR
Model 8.0 dari level 1-3.
perhitungan metrik kinerja dilakukan pada level 1 serta
melakukan pemetaan fishbone
analysis guna mengetahui penyebab lebih detil dari kinerja
deliver.
Bellerina (2009), melakukan penelitian dengan judul
Pengukuran Performa Supply
Chain Management dengan Intergrasi Metode SCOR dan AHP. Pada
penelitian ini
menggunkan lima proses bisnis dari SCOR yaitu plan, source,
make, deliver, return ssebagai
pemetaan metrik level 1 serta melakukan pengukuran kinerja
pada level 1.
Mardhiyyah (2008), melakukan penelitian dengan judul Kinerja
Penyampaian Suku
Cadang PT Toyota-Astra Motor dengan Model SCOR level 1-4.
Level 3 menguraikan aliran
proses dan informasi kegiatan pemrosesan order pada TAM.
Pada level 4 dilakukan
penguraian tugas dari elemen proses pada level 3, sehingga
dapat menjadi acuan bagi
pelaksana/praktisi.Pengukuran kinerja dilakukan pada level
1.
Laela (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Rancangan Pengukuran
Kinerja
Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi di Kabupaten Garut dengan
Pendekatan Green Supply
Chain Operations Reference”. Pada penelitian ini menggunakan
aspek “green” sebagai bahan
pertimbangan metrik.
Supply Chain Management
Menurut Simchi-Levi et al. (2000), supply chain management
adalah serangkaian
pendekatan yang digunakan untuk menintegrasikan pemasok,
produsen, gudang dan toko
sehingga barang yang akan diproduksi dan didistribusikan ada
pada jumlah dan waktu yang
tepat untuk meminimalisasikan baiaya ketika memuaskan
pelanggan. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisasi biaya produksi serta pemenuhan kebutuhan.
61
Pengukuran Performa Rantai Pasokan
Seperti halnya keuangan, manajer rantai pasokan memerlukan
standar (atau metrik
sebagai mana sering disebut) untuk mengevaluasi kinerjanya.
Evaluasi terhadap rantai
pasokan penting bagi manajer rantai pasokan karena
menghabiskan sebagian besar uang
perusahaan. Terlebih lagi, mereka membuat jadwal dan
keputusan yang menentukan jumlah
aset yang berbentuk persediaan. Hanya dengan metrik yang
efektif, seorang manajer dapat
menentukan seberapa baik kinerja rantai pasokan dan seberapa
baik aset-asetnya
dimanfaatkan (Haizer dan Render, 2008).
Menurut Pujawan (2005), salah satu aspek fundamental dalam
manajemen rantai
pasokam adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara
berkelanjutan. Untuk menciptakan
manajemen kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran
yang mampu mengevaluasi
kinerja rantai pasokan secara holistik. Sistem pengukuran
kinerja diperlukan untuk :
a. Melakukan pengawasan dan pengendalian
b. Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada
rantai pasokan.
c. Mengetahui posisi suatu organiasasi terhadap pesaing
maupun terhadap tujuan yang
hendak dicapai.
d. Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan
dalam bersaing.
Supply Chain Operation Reference (SCOR)
SCOR merupakan salah satu model dari operasi supply chain.
Metode SCOR ini
dikemukakan oleh Supply Chain Council pada tahun 1996.
Supply Chain Council merupakan
sebuah not-for-profit corporation yang didirikan oleh enam
puluh sembilan pendiri baik
perusahaan maupun perseorangan (Bolstorff dan Rosenbaum,
2007). Menurut Pujawan
(2005), Supply Chain Operation Reference (SCOR) adalah satu
model acuan dari operasi
rantai pasokan. Model SCOR mengintegrasikan tiga elemen
utama dalam manajemen, yaitu
62
business process reengineering, benchmarking, dan process
measurement kedalam kerangka
lintas fungsi supply chain. Ketiga elemen tersebut memiliki
fungsi sebagai berikut :
1. Business process reengineering pada hakekatnya menerapkan
proses kompleks
yang terjadi saat ini dan mendefinisikan proses yang
diinginkan.
2. Benchmarking adalah kegiatan untuk mendapatkan data
kinerja operasional dari
perusahaan sejenis.
3. Process measurement berfungsi untuk mengukur,
mengendalikan, dan
memperbaiki proses-proses supply chain.
Model SCOR pada Supply Chain Council yang membagi membagi
proses-proses
supply chain menjadi lima proses inti yaitu :
Gambar 1. Lima proses inti supply chain pada model SCOR
Sumber : Supply Chain Council 2006
Plan : merupakan proses yang menyeimbangkan permintaan dan
pasokan
untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan
pengadaan, produksi
dan pengiriman. Plan mencakup proses menaksir kebutuhan
distribusi, perencanaan dan
pengendalian persediaan, perencanaan produksi, perencanaan
material, perencanaan
kapasitas dan melakukan penyesuaian supply chain plan dengan
financial plan.
63
1. Source : merupakan proses pengadaan barang maupun jasa
untuk
memenuhi permintaan. Proses yang tercakup meliputi
penjadwalan pengiriman dari
supplier, menerima, mengecek, dan memberikan otorisasi
pembayaran untuk
barang yang dikirim ke supplier, mengevaluasi kinerja
supplier dll. Jadi proses bisa
bergantung pada apakah barang yang dibeli termasuk stoked,
make to order, atau
engineer-to-order products.
2. Make : merupakan proses untuk mengtransformasi bahan
baku/komponen
menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Kegiatan make atau
produksi dapat
dilakukan atas dasar ramalan untuk memenuhi target stok
(make-to-stock), atas
dasar pesanan (make-to-order), atau engineer-to-order.
Proses yang terlibat disini
adalah pejadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi dan
melakukan
pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi,
memelihara fasilitas
produksi, dll.
3. Deliver : merupakan proses untuk memenuhi permintaan
terhadap barang
maupun jasa. Biasanya meliputi order management,
transportasi, dan distribusi.
Proses yang terlibat diantaranya adalah menangani pesanan
dari pelanggan,
memilih perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan
pergudangan produk jadi
dan mengirim tagihan ke pelanggan.
4. Return : merupakan proses pengembaliam atau menerima
pengembalian
produk karena berbagai alasan. Kegiatan yang terlibat antara
lain identifikasi
kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian cacar,
penjadwalan pengembalian
dan melakukan pengembalian. Post-delivery-customer support
juga merupakan
bagian dari return.
64
Selain memiliki lima proses inti tersebut, SCOR memiliki
performance attribute.
Performance attribute merupakan satu sel atribut yang
digunakan untuk menilai proses rantai
suplai dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Terdapat
lima atribut yang digunakan dala
penilaian performa dari rantai supply dengan meggunakan
metode SCOR. Dalam satu atribut,
terdapat beberapa metrik yang dapat dipakai sebagai metrik
pengukuran kinerja (Supply
Chain Council 2006). Berikut lima atribut tersebut:
Tabel 1. Performance Attributes
Sumber : Supply Chain Council, 2006
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Dalam penelitian digunakan metode AHP untuk mengetahui
performance attributes mana
yang dipentingkan oleh perusahaan. Berikut langkah-langkah
AHP yang digunakan :
1. Menentukan jenis-jenis kriteria yang digunakan.
2. Menyusun kriteria-kriteria tersebut dalam bentuk metriks
berpasangan (pairwise
comparation)
(1)
Performance Attribute Definisi
Supply chain reability Performa rantai pasok dalam
mengirimkan produk dengan tepat,
pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan jumlah
yang tepat, dan terdokumentasi dengan baik.
Supply chain responsiveness Kecepatan rantai pasok dalam
menyediakan produk ke konsumen.
Supply chain flexibility Kemampuan rantai pasok dalam
merespon perubahan pasar dalam
upaya memenangkan persaingan pasar.
Supply chain cost Biaya-biaya yang berhubungan dengan
pengorpasian rantai pasok.
Supply chain asset management Nilai keefektifan dari suatu
organisasi untuk mengatur asetnya,
untuk mendukung kepuasan permintaan. Ini termasuk fixed
capital
dan working capital.
65
3. Menormalkan setiap kolom dengan cara membagi setiap nilai
pada kolom ke-i
dan baris ke-j dengan nilai terbesar pada kolom ke-i
(2)
4. Menjumlahkan nilai pada setiap kolom ke-i yaitu
(3)
5. Menentukan bobot prior (eigen vektor) setiap kriteria
ke-i, dengan membagi
setiap nilai รข dengan jumlah kriteria yang dibandingkan (n),
yaitu
(4)
6. Menghitung Lamda max (eigen value) dengan rumus
(5)
7. Menghitung Consistency Index (CI)
Penghitungan konsistensi adalah menghitung penyimpangan dari
konsistensi
nilai dari penyimpangan ini disebut Indeks Konsistensi,
dengan persamaan :
(6)
Dimana:
max = eigenvalue maksimum
N = ukuran metriks
8. Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu metriks
didefinisikan sebagai Rasio
Konsitensi :
(7)
Untuk model AHP, metriks perbandingan dapat diterima jika
nilai rasio
konsistensi ( CR ) ≤ 0,1.
66
III. Metodologi Penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara pembuatan metrik-metrik
yang berlandaskan
performance attribute pada SCOR Model 8.0, pada level satu
hingga tiga yang kemudian
diolah sesuai dengan kondisi perusahaan. Performance
Attribute yang digunakan dalam
pembuatan metrik-metrik adalah supply chain reability,
responsiveness, flexibility, cost dan
asset management. Kemudian pada level satu hingga tiga akan
diukur nilai performansinya.
Nilai performasi dihitung dengan menggunakaan acuan SCOR
Model 8.0 dan menggunkan
bantuan data primer maupun sekunder perusahaan. Setelah
didapat nilai kinerja (performansi)
akan dilakukan benchmark. Benchmark adalah proses
membandingkan performansi
manajemen rantai pasok dengan kompetitornya ataupun target
(Supply Chain Council, 1997).
Dalam penelitian juga akan diukur skala kepentingan metrik
performance attributes (level 1)
di perusahaan dengan menggunakan pendekatan AHP guna
mengetahui performance
attributes yang prioritaskan serta kegiatan maintance
aktivitas supply chain perusahaan.
Berikut metrik pada level 1 hingga 3 yang pada performance
attributes supply chain
reability PT. Indofarma Global Medika Yogyakarta :
Gambar 2. Metrik SCOR PT.IGM
67
Tabel 2. Keterangan Metrik SCOR PT.IGM
No. Metrik Penjabaran
A1 Perfect order fulfillment
(pof)
: POF mengukur prosentase yang dapat terpenuhi atau
terlayani
sesuai dengan spesifikasi yang dipesan dengan tepat waktu
sesuai pada tanggal yang diminta pelanggan serta tidak ada
perbedaan antara pesanan konsumen, faktur serta tanda
terima.
A11 % of order delivery in full : Merupakan prosentase
pengiriman barang dimana kuantitas
barang yang dikirim sesuai dengan permintaan konsumen.
A111 Delivery quantity accuracy : Merupakan ketepatan
pengiriman barang kepada konsumen
dari sisi jumlah.
A112 % stock out : prosentase kemungkinan terjadinya
kehabisan stok barang
untuk pemenuhan kebutuhan konsumen.
A113 Inventory accuracy : ketepatan jumlah inventory dengan
jumlah yang tercatat.
A12 Delivery performance to
customer commit day
: tingkat pemenuhan order konsumen sesuai dengan tanggal
yang telah dijanjikan.
A121 Delivery location accuracy : Ketepatan kurir dalam
menghantarkan barang ke lokasi
konsumen.
A122 Deliver cycle time : Rata-rata waktu pengiriman barang
kepada konsumen.
A13 Perfect condition : Prosentase ketepatan pengiriman
barang (tanpa cacat dan
dikirim dengan dokumen yang lengkap) kepada konsumen.
A131 % order received defect free : Prosentase barang yang
diterima konsumen tanpa cacat.
A132 % faultless invoices : Prosentase kesalahan tagihan.
A133 Waranty and return : Banyaknya pengembalian barang dari
konsumen
A134 Incoming matrial quality : Jumlah material yang gagal
memenuhi kriteria saat inspeksi
pengiriman barang dari supplier
A14 Documentation accuracy : Prosentase ketepatan dokumen
yang menyertai barang yang
akan dikirim. Di dalamnya termasuk packing slips, bills of
lading, faktur, dll.
A141 Shipping document
accuracy
: Dokumen yang berisi kejelasan tentang barang yang dikirim
(segi kuantitas ataupun jenis barang)
A142 Compliance document
accuracy
: Dokumen penyerahan barang atau tanda terima dari konsumen
A143 Payment document accuracy : Faktur ataupun surat
tagihan pembayaran
B1 Order fulfillment cycle time : Rata-rata waktu yang
dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan
order konsumen.
B11 Source cycle time : Rata-rata waktu yang dibutuhkan
untuk kegiatan pengumpulan
sumber daya.
B111 Receive product cycle time : Waktu yang dibutuhkan
dalam menerima barang yang dipesan
dari produsen.
B12 Deliver cycle time : Rata-rata waktu yang dibutuhkan
untuk kegiatan pengiriman.
B121 Fill rate by line item : Prosentase jumlah permintaan
dipenuhi tanpa menunggu,
diukur tiap jenis produk.
68
C1 Supply chain flexibility and
adaptability
: Rantai pasok mampu menyesuaikan banyak persediaannya
ataupun kecepatan transfernya untuk memenuhi kebutuhan
konsumen.
C11 Supply chain Source
flexibility and adaptability
: Rantai pasok mampu menyesuaikan penyediaan sumber daya
dalam pemenuhan kebutuhan konsumennya.
C111 Current on hand inventory : Inventory yang ada pada
bulan tertentu.
C112 Capacity utilization : Pengukuran terhadap seberapa
fungsional suatu tempat
penyimpanan (gudang)
C113 Forecast accuracy : Ketepatan peramalan sumber daya
dalam upaya pemenuhan
sumber daya yang akan dipakai.
C12 Supply chain Deliver
flexibility and adaptability
: Rantai pasok mampu menyesuaikan kecepatan transfer dalam
pemenuhan kebutuhan konsumennya.
C121 Delivery volume : Tingkat pengiriman barang atas barang
yang telah diorder oleh
konsumen.
C13 Supply chain Deliver return
flexibility and adaptability
: Rantai pasok mampu menerima dan menanggulangi barangbarang
dikirimkan kembali oleh konsumen sebagai barang
retur.
C131 Deliver return volume : Tingkat pengembalian barang
yang dilakukan oleh konsumen
dikarenakan adanya barang cacat ataupun alasan lainnya.
C14 Supply chain Source return
flexibility and adaptability
: Rantai pasok mampu menerima dan menanggulangi barangbarang
yang akan diminta retur oleh perusahaan akibat cacat
ataupun alasan lainnya.
C141 Source return volume : Tingkat pengembalian barang yang
dilakukan perusahaan
kepada pabrik dikarenakan adanya barang cacat ataupun alasan
lainnya.
D1 Total supply chain
management cost
: Biaya keseluruhan dalam menjalankan pengelolaan rantai
pasok.
D11 Cost to plan : Keseluruhan biaya yang berhubungan dengan
perencanaan.
D12 Cost to make : Biaya pembuatan atau produksi
keseluruhan.
D13 Cost to deliver : Biaya pengiriman barang keseluruhan.
D14 Cost to source : Biaya yang berhubungan dengan sumber
daya.
D15 Cost to return : Biaya-biaya yang berhubungan dengan
pengembalian.
E1 Cash to cash cycle time : Kecepatan supply chain mengubah
persediaan menjadi uang.
E11 Days payable outstanding : Waktu yang dibutuhkan dari
pembelian material hingga
manjadikan material tersebut menjadi barang jadi dan barang
jadi tersebut terjual.
E111 Days payable : Waktu yang dibutuhkan seorang konsumen
untuk membayar
tagihan atas barang yang dikirimkan oleh perusahaan.
E112 Target reachable : Tingkat pencapaian target sesuai
dengan target yang ditetapkan
perusahaan
E12 Return on working capital : Merupakan perhitungan yang
memperhitungkan besarnya nilai
pergerseran antara modal, nilai investasi dan pendapatan.
E121 Death stock : Merupakan persediaan yang akhirnya hangus
tidak terpakai
dikarenakan expired, rusak ataupun alasan lainnya.
69
IV. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengukuran performa dan benchmark diketahui
bahwa 63% metrik
performa telah mencapai target sedangkan 37% metrik belum
mencapai target. 63% metrik
yang telah mencapai target diharapkan agar terus dapat
dilakukan maintance sehingga
aktivitas tersebut dapat terus berjalan sesuai dengan target
yang telah di tentukan. Sedangkan
pada 37% metrik yang belum mencapai target diharapkan agar
dapat dilakukan perbaikan
sehingga dapat mencapai target. Berikut hasil penelitian
benchmark dan penentuan prioritas
disajikan dalam bentuk tabel :
Tabel 3. Benchmark
No. Metrik Target Nilai Performa
Level 1
1 Perfect order fulfillment (pof) 100% 100%
2 Order fulfillment cycle time 1 hari 2 hari
3 Deliver cycle time 30 hari 30 hari
4 Supply chain flexibiliy and adaptability 75% 72%
5 Total supply chain management cost 100% 100%
6 Cash to cash cycle time 60 hari 60 hari
Level 2
7 Delivery performance to customer commit day 100% 100%
8 % of order delivery in full 100% 95,32%
9 Perfect condition 100% 100%
10 Documentation accuracy 100% 100%
11 Source cycle time 30 hari 30 hari
12 Supply chain source flexibility and adaptability 75% 72%
13 Days payable outstanding 60 hari 60 hari
Level 3
14 Delivery quantity accuracy 100% 100%
15 % stock out 0% 51,41%
16 Inventory accuracy 100% 100%
17 Delivery location accuracy 100% 100%
18 Deliver cycle time 1 hari 2 hari
19 % faultless invoices 0% 0%
20 Waranty and return 0% 0%
21 Incoming matrial quality 0% 0,00001%
22 Payment document accuracy 100% 100%
23 Receive product cycle time 30 hari 30 hari
70
24 Fill rate by line item 100% 95,32%
25 Shipping document accuracy 100% 100%
26 Compliance document accuracy 100% 100%
27 Delivery volume 100% 70,12%
28 Deliver return volume 0% 0%
29 Source return volume 0% 0,25%
30 Current on hand inventory 20% 22,55%
31 Capacity utilization 100% >100%
32 Forecast accuracy 75% 72%
33 Days payable 30 hari 30 hari
34 Target reachable 75% 69,61%
35 Death stock 0 0,000372%
Tabel 4. Prioritas Performance Attributes
Performance Atribut Nilai Prioritas
sc. Asset management 0.295
sc. Responsiveness 0.228
sc. Flexibility 0.189
sc. Cost 0.171
sc. Reability 0.116
V. Kesimpulan
1. Nilai pengukuran performa PT.IGM pada level satu :
perfect order fulfilement 100%,
order fulfillment cycle time 2 hari, deliver cycle time 30
hari, supply chain flexibility and
adaptability 72% dan cash to cash cycle time 30 hari.
2. Performance Attributes yang diprioritaskan oleh
perusahaan adalah Supply chain asset
management. Apabila PT.IGM mampu mengatur seluruh aset
dengan benar maka
perputaran aset akan lebih cepat dan keuntungan dapat
dicapai. Performance yang
selanjutnya adalah supply chain responsiveness, flexibility,
cost dan reability.
71
Daftar Pustaka
Beatham, S. at al. (2004), “KPIs: a Critical Appraisal of
Their Use in Constuction”,
International Journal of Benchmarking, Vol.2 No.1, p.93-117.
Bellerina, Y.B. (2009), Pengukuran Performa SCM Dengan
Integrasi Metode SCOR dan
AHP, Working paper, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Bolstorff, P. dan Robert R.. (2007), Supply Chain
Excellence, Amacom, United States of
America.
Bozarth, C.C. dan Robert B.H. (2005), Introduction Operation
and Supply Chain
Management. Second Edition. New Jersey : PTR Prentice Hall.
Dey, P.K. et al. (2006), Measuring The Operational
Performance of Intensive Care Units
Using The AHP Approach, International Journal of Operation
and Production
Management, Vol.26 No.8, p.819-865.
Heizer, J. dan Barry R. (2009), Manajemen Operasi (Buku 1),
Penerbit Salemba, Jakarta.
Heizer, J. dan Barry R. (2009), Manajemen Operasi (Buku 2),
Penerbit Salemba, Jakarta.
Huan, S.H. et al. (2004), A Review And Analysis of SCOR
model, An International Journal of
Supply Chain Management, Vol.9 No.1, p.23-29.
Laela, M.N. (2011), Rancangan Pengukuran Kinerja Rantai
Pasokan Minyak Akar Wangi Di
Kabupaten Garut Dengan Pendekatan GSCOR, working papar,
Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Mardhiyyah, N. (2008), Kinerja Penyampaian Suku Cadang PT
Toyota-Astra Motor Dengan
Model SCOR, Working paper, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
McCormack, K. at al. (2008). “Supply Chain Maturity and
Performance in Brazil”,
International Journal of Supply Chain Management, Vol.13
No.4, p.272-282.
Mulyadi, S.J. (2001), Sistem Pengendalian Manajemen.
Jakarta: Salemba Empat
Mutakin, A. (2010), Pengukuran Kinerja Manajemen Rantai
Pasokan Dengan Pendekatan
SCOR Model 9.0, Working paper, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Pujawan, I Nyoman. (2005), Supply Chain Management, Penerbit
Guna Widya, Surabaya.
Saaty, T.L. (1980), The Analytic Hierarchy Process,
McGraw-Hill, United States of America.
Simchi-Levi, David et al. (2003), Designing and Managing the
Supply Chain, McGraw-Hill,
United States of America.
Supply-Chain Council Team. (1997), Using SCOR Metrics to
Frame and Justify SupplyChain
Improvement Programs, Fall Conference, Supply Chain Council,
inc.
Supply-Chain Council Team. (2006), Supply Chain Operation
Reference Model Version 8.0,
Supply Chain Council, inc.
72
Vaidya O.S. dan Sushi K. (2006), AHP : An Overview Of
Application, European Journal of
Operation Research, Vol.169, p.1-29.
Wang, H. dan Surendra M.G. (2011), Green Supply Chain
Management, McGraw-Hill
companies, United States of America.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar